Cinta Karena Allah
(oleh : Sri Mulyani)
Ku duduk termenung di
teras rumah, kulihat sosok seorang pria yang lewat dengan menatapku tanpa
henti. Entah apa yang ada di benak pria itu. Namun, saat dia menatapku, timbul
rasa degdekan di hatiku. Ini kali pertama aku merasakan hal yang seperti ini.
Aku pun langsung membuang tatapanku pada pria itu. Aku takut akan terjadi zina
mata pada diriku.
“Tuhan,
ampuni hamba-Mu...!” ucapku dalam hati.
Terpikir
di benakku, apakah ini yang dinamakan cinta? Aku baru pertama kali merasakan
hal yang seperti ini. Aku tak habis pikir, mengapa aku langsung jatuh hati pada
pria yang belum aku kenal dan hanya aku lihat sepintas saja. Namun, aku tak
ingin larut dalam perasaan yang tak pasti. Ku jalani hidupku seperti biasa.
Beberapa
hari kemudian, pria itu pun lewat dan menatapku lagi. Perasaan yang lalu muncul
lagi. Tak lama setelah sering kali kami bertatapan sepintas. Di depan teras
rumah terdapat sepucuk surat. Aku pun membuka dan membacanya, terlihat surat
itu dari seorang pria yang bernama “Muhammad”. Di dalam isi surat itu
bertuliskan bahwa,
“Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh”
Wahai wanita idamanku. Aku adalah pria
yang selama ini lewat dan menatapmu. Jujur sejak awal aku melihat diri mu, aku
langsung jatuh hati karena kecantikan hati-Mu. Sosok wanita berjilbab dan taat
pada agama sepertimu adalah wanita yang ku dambakan. Surat ini ku sampaikan
padamu karena aku ingin kau tahu apa yang sebenarnya berada dalam benakku
setiap melihatmu.
Salam kenal dariku. Untukmu wanita
pujaanku. Ku cinta kamu karena Allah.
“Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh”
“Tuhan,
jika ku mencintai seseorang, cintakanlah aku pada orang yang melabuhkan
cintanya pada-Mu”, ucapku dengan menutup surat dari pria itu.
Aku pun
membalas surat dari pria itu,
“waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”
Salam kenal juga dariku, Aisyah. Aku
jujur juga menykaimu, namun rasa sukaku kepadamu tak bisa melebihi rasa cintaku
kepada Allah. Kurindukan sook pria yang taat dan patuh pada perintah Allah. Dan
semoga cinta kita karena Allah.”
“Aisyah”
Akhirnya,
setelah satu bulan kami mengenal pribadi masing-masing. Aku telah mengenalnya
lebih dekat, begitupun dengan dia. Dia juga telah mengenalku lebih dekat.
Perbedaan usia empat tahun, tak menjadi kendala bagi kami untuk saling
mengingatkan tentang ajaran agama. Yang tua kepada yang muda. Begitupun aku
yang lebih muda dari dia, selalu mengingatkannya untuk salat. Aku merasa bahagia
dapat mengenal seorang pria yang memiliki iman dan rasa cinta yang besar kepada
Allah. Di setiap tahajjud, ku berdoa kepada Allah “Tuhan, jika dia adalah pria yang kau kirim padaku untuk menjadi
pendampingku, maka dekatkanlah kami dan jadikanlah cinta kami, cinta karena
Engkau. Namun apabila dia bukan pria yang kau kirim untukku, maka jangan kau
buat hati kami semakin dekat, namun jangan kau pisahkan tali silaturahmi
diantara kami”.
Waktu
demi waktu telah kami lewati, aku pun tamat SMA. Aku akan melanjutkan kuliah di
luar negeri. Tandanya aku akan berpisah jarak yang jauh dengannya. Aku pun
meminta maaf dan memberikannya kenang-kenangan berupa al-Quran. Dia pun juga
memberikan aku kenang-kenangan berupa alat salat dan di dalamnya terdapat surat
yang bertuliskan “Wanita idamanku,
walaupun kita akan jauh, namun aku akan tetap menyayangimu. Kamu harus tetap
jaga salat dan ibadahmu kepada Allah. Karena Allah akan membantu hamba-Nya yang
taat”. Tibalah saatnya aku pergi. Aku pun berdoa,”Tuhan, jaga dia”.
Sesampai
di luar negeri, kami tetap masih berhubungan. Namun karena kesibukan dengan
kuliah, kami jarang berkomunikasi. Mungkin sekitar 6 bulan kami tak
berkomunikasi. Akupun merasa bahwa pasti dia telah menemukan wanita yang lain.
“Tihan, jika dia telah mendapatkan wanita
lain, aku rela. Asalkan dia bahagia dan tetap berada pada jalan-Mu”, ucapku
dalam hati setetlah selesai salat magrib.
Tak
lama kemudian, handphoneku berdering pertanda sms dari seseorang. Tampak jelas
pada layar handphoneku bertliskan nama “Muhammad”. Jantungku berdebar.
“Assalamualaikum, wanita idamanku. Walau
telah lama kita tak berjumpa, aku tetap menyayangimu. Dan aku yakin Tuhan pasti
memberikan jalan yang terbaik bagi kita berdua”.
Satu tahun setelah adanya sms itu,
ada kabar dari sahabatku bahwa Muhammad telah berubah. Dia menjadi jarang salat
dan selalu keluar malam dengan teman-temannya. Aku pun kaget dan perasaan tak
menentu timbul pada diriku.
“Tuhan, jika berita itu benar, maka
sadarkanlah Muhammad”, ucapku dalam hati.
Aku pun
mencoba menghubunginya. Dan ternyata dia menjawab telponku. Aku menasihatinya
dan dia pun tidak mendengarkan kata-kataku. Aku pun mengatakan, “Jika kamu tidak berubah maka azab Allah
akan pedih. Sekarang aku tidak akan menghubungimu dan bukan berarti aku
membencimu. Aku hanya ingin kamu menjadi pria yang taat pada ajaran agama
seperti dahulu”.
Aku
mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri Muhammad sehingga
dia berubah dari putih menjadi hitam. Aku mencoba menelpon teman dekatnya, dia
pun tidak tau bahkan dia juga heran dengan apa yang terjadi pada Muhammad.
Setiap pulang kuliah aku selalu mencari tau penyebab perubahan Muhammad. Aku
memberanikan diri menelpon tantenya.
“Assalamualaikum”,ucapku.
“Waalaikumsalam, maaf dengan siapa?”,balas
sang tante.
“Saya Aisyah tante, teman Muhammad”, kataku
dengan gugup.
“Ada apa nak?,tanya tante
“Maaf, aku ingin menanyakan apa yang
sebenarnya terjadi pada Muhammad sehingga dia berubah?”,tanyaku dengan
berani
“Aku juga sedih nak dengan perubahan yang
begitu drastis dari Muhammad. Semua itu bermula sejak ayahnya meninggal dunia.
Dia mulai jarang salat, keluar malam, dan rata-rata teman bergaulnya anak-anak
nakal. Dia telah jauh dari ajaran agama.”, jawab tante sambil menangis
terseduh-seduh.
“Sabar tante, aku yakin dengan doa dari kita
semua pasti kita akan diberi jalan yang terbaik dan mata hati Muhammad akan
dibukakan oleh Allah, makasih tante atas informasinya. Aku akan bantu doa dan
berusaha menasihati Muhammad. Assalamalaikum” Ucapku pada tante.
“Waalaikum salam, makasih nak.”
Saat
itu aku turut prihatin terhadap apa yang terjadi pada diri Muhammad. Aku
menangis. “Tuhan, bukakanlah pintu hati
Muhammad agar kembali ke jalan-Mu. Dan bantulah hamba-Mu ini mengingatkan
Muhammad. Amin”,ucapku dalam tangis.
Setiap
hari aku selalu menelpon Muhammad untuk memberinya nasihat. Aku selalu berusaha
menyadarkan dirinya. Namun dia masih belum bisa menerima apa yang menimpanya.
Ia masih selalu ingat akan sosok ayahnya yang sangat ia sayangi. Dia malah
membentakku. Aku memangis dan saat itu aku bertekad tidak akan menghubunginya
lagi, walau sebenarnya di hati masih sangat sayang dan tak bisa jauh darinya.
Aku mencintai seseorang yang cintanya besar kepada Allah. Dan aku yakin Tuhan
akan memberikan jalan yang terbaik bagi hamba-Nya yang senantiasa taat dan
patuh pada-Nya.
Aku
menjalani hidupku tanpa ada lagi nama Muhammad. Namun ku juga selalu
mendoakannya agar dia cepat berubah. Di kampus ada sosok pria yang mirip
Muhammad. Pria itu mengingatkan ku akan sosok Muhammad yang dulu ku cinta.
Perilakunya juga persis sama dengan Muhammad. Dia pun juga selalu
memperhatikanku. Perasaan yang dulu muncul lagi. “Tuhan, ampuni hamba-Mu”, ucapku dalam hati. Walau begitu, tapi aku
tidak ingin membagi hati lagi kepada siapapun karena aku masih mengharapkan
Muhammad. Dan aku yakin Tuhan pasti mendengar doa hamba-Nya.
Aku pun
selesai kuliah dengan gelas Master. Orang tua dan kakakku bangga padaku. “Tuhan, terima kasih atas nikmat yang telah
Kau berikan padaku dan keluargaku”, ucapku dalam hati seraya sujud syukur.
Aku pun kembali ke kampung halaman. Di perjalanan ku berdoa semoga sesampaiku
di sana keadaan telah jadi lebih baik dari yang dulu. Sekitar 5 jam perjalanan,
aku pun sampai. Sungguh perubahan yang begitu drastis. Dulu tempat tinggalku
hanyalah kampung biasa, kini menjadi kota besar.
Tak
lama kemudian, mungkin sekitar 3 minggu. Ku lihat sosok pria sedang berdiri di
hadapanku. Dan pria itu sangat mirip dengan Muhammad. Ku lihat dia memakai baju
berwarna hitam dan di tangannya ada sebatang rokok. Aku pun kaget dan air
mataku pun menetes.”Tuhan, apakah dia
Muhammad. Ku harap bukan”, ucapku dalam hati. Tiba-tiba pria itu pun juga
menangis dan tak sengaja dia menjatuhkan rokok yang dipegangnya itu.
“Aisyah, telah lama aku merindukanmu wanita
pujaanku. Aku minta maaf atas apa yang terjadi selama ini”, kata pria itu.
Aku pun
yakin bahwa dia itu adalah Muhammad, pria yang ku tunggu selama ini. Aku pun
tak bisa membendung air mataku yang jatuh bercucuran.
“Muhammad, jika kamu benar-benar menyukaiku,
ku harap kembalilah pada jalan Allah. Karena tidak seorang pun dapat tenang
jika ia tidak mengingat Allah”, ucapku pada Muhammad.
“aku begini karena ayahku meninggal, aku
masih belum bisa menerimanya. Ayahku adalah sosok orang yang begitu berharga
bagi diriku, tapi kenapa Tuhan mengambilnya secepat itu. Aisyah aku benar-benar
tidak bisa menerima semua ini. Hanya kau yang dapat menolongku Aisyah”,
ujar Muhammad.
“Aku bukanlah Tuhan, dan ayahmu meninggal itu sudah menjadi
kehendak Yang Kuasa. Karena tidak ada seorangpun yang akan hidup kekal di dunia
ini. Semua orang pasti akan mengalami yang nama mati. Jadi kamu harus sabar.
Dan mohonlah ampun pada Allah. Bukankah kamu sendiri yang dulu selalu
mengatakan kepadaku, bahwa Allah adalah tempat meminta dan segala urusan, Allah
akan membantu kita”, ucapku dengan harapan dia tersentuh. Muhammad pun
langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata padaku.
Tak
lama kemudian, handphoneku berdering, sms dari seseorang. Ku buka dan ku baca
pesan itu.
“Aisyah, kau adalah wanita sholehah. Dan aku
tak salah memilihmu sebagai wanita yang ku sayang. Aku sadar bahwa selama ini
aku telah salah jalan. Dan aku tidak yakin, apakah Allah masih mau menerima
tobatku, sedangkan aku telah banyak dosa”.
Aku pun
membalas pesan itu,
“Muhammad, allah itu Maha Pengampun.
Siapapun hamba-Nya yang bersunggh-sungguh bertobat, maka Dia akan
mengampuninya”.
Aku
bersyukur dan dalam tahajjudku , ku berdoa “Tuhan
terima kasih kau telah membukakan pintu hati Muhammad.”.
Tak
lama setelah itu, Muhammad dan keluarganya datang ke rumah dan aku tak tau apa
maksud kedatangannya yang secara mendadak itu. Aku pun memanggil orang tuaku.
Dan ternyata dia datang untuk melamarku. Dan dia mengucapkan, “Aku mencintai Aisyah karena Allah dan aku
pun bermaksud melamar dan menginginkan Aisyah untuk menjadi pendamping hidupku”.
Aku menangis dan tidak sia-sia selama ini aku memperjuangkan cintaku. Aku
semakin yakin bahwa Allah akan memberikan jalan yang terbaik bagi hamba-Nya
yang sabar.
Hari
demi hari kita lewati bersama, sampai pada suatu hari aku merasa pusing, lemes,
mual-mual, gak anak banget. Ku beri tahu suamiku tentang yang ku rasakan. Dia
malah tersenyum dan sujud syukur.”Alhamdulillah,
kamu hamil istriku. Kita akan punya anak yang akan menjadi anak sholeh”,
ujar suamiku. Aku pun sangat senang dan aku langsung bersyukur pada Tuhan. Kami
berdua langsung ke rumah orang tua untuk memberi tahu kabar gembira ini. Kami
yakin mereka pasti sangat senang. Tak lama kemudian, kami sampai.
Tok, tok, tok, bunyi pintu yang sedang
diketok. Assalamualaikum!
“Waalaikumsalam, masuk nak !” ,jawab
ummiku.
“Ummi, Aisyah hamil!”, ucap suamiku.
“Alhamdulillah, kamu sudah memberi tahu ummi
dan abbahmu nak?”,tanya ummi pada suamiku
“Belum ummi, insya Allah sepulang dari sini,
kami akan beri tahu mereka!”, jawab suamiku.
Aisyah dan suaminya berangkat ke rumah ibu dan ayah
Muhammad. Dan mereka pun memberitahu keluarganya. Dan mereka sekeluarga sangat
bahagia dengan kabar itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar